Kamis, 01 Februari 2018

Aku dan Maduku (part 2)


Setahun sudah aku jalani setelah akta cerai kutanda tangani bersama suami. Kini aku menjalani hari-hari bersama anak-anakku tercinta. Aku memilih tidak menyekolahkan mereka, sebagai gantinya kuterapkan homeschooling untuk pendidikannya. Aku tak mau mereka merasakan trauma karena perpisahan orang tuanya, sehingga aku ingin selalu berada di samping mereka bermain sambil belajar mengasah minat dan bakatnya.

Sebagai pemasukan, aku bekerja sebagai penulis, sudah beberapa buku aku terbitkan. Pekerjaan ini kupilih karena aku bisa mengerjakannya sambil mendampingi anak-anakku belajar. Mantan suamiku masih mengirimkan uang untuk anak-anak. Selain itu aku juga berjualan online, alhamdulillah untuk masalah uang kami tak pernah kekurangan.

Rosullah Saw, bersabda, Cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa saja suatu saat nati ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah sewajarnya karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu. (HR. Al-Tirmidzi). 

Beberapa waktu yang lalu ada cerita wanita yang membunuh ketiga anaknya kemudian diapun mencoba bunuh diri. Namun percobaan bunuh diri itu gagal, dan akhirnya kini dia mendekam dalam jeruji besi. Diduga dia mengalami syndrom babyblues, sangat disayangkan. Salah satu yang melatar belakangi kisah tersebut yakni bahwa dia adalah istri kedua yang dinikahi siri, dan suaminya jarang memberikan perhatian, lagi-lagi aku ikut prihatin. Aku hanya bisa mengambil pelajaran dari hadits dan kisah di atas, bahwa kita tak boleh menggantungkan diri kita kepada manusia, hanya Allah tempat kita berharap dan kepadaNya-lah cinta terbesar kita layak dilabuhkan.

Hari ini hari Sabtu, seperti biasa anak-anak kusiapkan untuk kuantar kerumah papanya. Sesampainya di sana kami disambut dan anak-anak langsung bermain bersama papanya melampiaskan rasa rindu mereka. Aku di ruang tamu mengobrol bersama Nesya, "Hari Senin sampai Rabu aku mau ada seminar penulisan di Jakarta, tolong aku titip anak-anak ya", ujarku padanya. "Iya, papanya pasti seneng", jawab Nesya. Setelah mengobrol beberapa lama, akupun berpamitan, tak lupa aku berpesan pada anak-anak agar patuh selama kutinggal. Mantan suamiku ikut mengantarku sampai pintu depan, akupun beranjak pulang.

Hari Kamis pagi kujemput anak-anak, mereka menyambutku dengan ceria. "Mama, hari ini kita mau kemana?", ujar mereka. "Enaknya kemana ya? Pekan kemarin kita kan mau belajar cara bikin es krim, jadi kita belanja bahannya lalu kita bikin di rumah yuk", ujarku sambil tersenyum. Nesya ikut tersenyum, dia mengantar kami sampai gerbang, papanya anak-anak sudah berangkat ke kantornya. Begitulah hari-hariku bersama anak-anak, terkadang kami belajar sambil jalan-jalan, membaca buku, atau mengerjakan pekerjaan rumah. Tak jarang aku beri anak-anak penugasan, lantas aku tunggu mereka sambil kukerjakan deadline tulisan.

Hari ini aku sibuk di depan laptopku, anak-anak sedang sibuk menggambar. Kali ini aku tidak sedang mengerjakan cerpen ataupun konten tulisan untuk media cetak tempatku bekerja. Aku sedang membuat proposal nikah untuk kusetorkan kepada guru ngaji pekanan. Ya, aku siap menyambut lembar baru perjalanan hidupku, jika kurelakan suamiku untuk bahagia, maka akupun berhak bahagia bukan demikian? Perjalanan hidup ini memang seperti roda berputar, ada kalanya kita di atas menikmati berbagai macam kenikmatan, ada kalanya juga kita di bawah menjalani berbagai cobaan. Kuncinya bagi orang beriman hanya dua, syukur dan sabar, maka akupun memilih bahagia.


#TantanganODOP2 #Onedayonepost #ODOPbatch5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar