Kamis, 22 Februari 2018

Membangun Cinta


Di sebuah seminar, seorang gadis duduk di deretan bangku paling depan, dia asyik mendengarkan materi yang disampaikan, motivasi tentang pernikahan. Di panggung 3 orang pemateri sedang memaparkan secara bergantian, 2 orang ikhwan dan seorang ummahat. Sebenarnya tema seminar hari itu bukan tentang pernikahan, tapi tentang Sinergisitas Dakwah Kampus. Namun entah bagaimana ceritanya, di giliran ketiga ummahat yang mengisi materi jadi memberi motivasi untuk menyegerakan pernikahan. Di akhir sesi dengan semangat menggebu beliau bertanya pada segenap peserta, "Siapa yang siap menikah, ngacung!" dan hampir separo isi gedung mengangkat tangannya, termasuk gadis yang duduk di bangku depan. Gadis itu bernama Aya, seorang mahasiswi yang sedang menempuh semester 8 masa perkuliahannya. Dia aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK), saat itupun dia masih memegang amanah sebagai ketua keputrian di LDK kampusnya.

Hampir sebulan berlalu setelah seminar usai digelar, Aya sedang di masjid selepas shalat Ashar. Santi senior Aya di LDK mendekatinya perlahan, "dek, mbak mau ngomong sesuatu." ujarnya pelan. Aya yang penasaran menurut saja saat diajak mojok di sudut masjid, "ada apa mbak?" tanyanya. "Gini, ada seorang ikhwan ingin melamar anti," ujar Santi langsung to the point. Bagai disambar geledek, Aya gelagapan, "kenapa ikhwan itu mau melamarku mbak?" selidiknya penasaran. "Karena dia merasa cocok sama anti, dia ingin menyegerakan menikah lantas istrinya akan diboyong menemaninya bekerja di luar kota" jawab Santi. Aya mengernyitkan dahi, dia teringat pesan bapaknya bahwa dia tak boleh menikah sebelum lulus kuliah. Berkelebatan pula Tugas Akhir (TA) nya yang entah bagaimana nasibnya. Dengan sedih dia pun menjawab, "maaf mbak, aku tidak diperbolehkan menikah sama bapakku sebelum aku lulus." Santi memandangi Aya sekejap, lantas dia berkata, "baiklah kalau demikian, aku sampaikan jawaban anti ke ikhwan itu." Mereka pun berpamitan dan masing-masing pulang ke kosan. Di kamarnya Aya terkesiap, dia lupa menanyakan nama si ikhwan.

Hari-hari terlewati, hingga Aya bertemu lagi dengan Santi di masjid selepas shalat Dhuhur. Saat di belakang mengenakan kaos kaki Aya mendekati Santi, "mbak, aku boleh tau gak nama ikhwan yang dulu mau nglamar aku?" Santi tersenyum lantas menjawab, "ikhwan itu akh Ibrahim." Aya terkejut, seketika terbayang olehnya adegan saat seminar beberapa bulan lalu, saat itu akh Ibrahim menjadi salah satu pemateri, dia pasti melihat saat Aya mengangkat tangan ketika ditanya kesiapannya menikah. Aya menyesal, ada rasa bersalah karena sudah terbawa emosi dan asal saja mengangkat tangan saat itu. Ditambah lagi dengan penyesalan dikarenakan akh Ibrahim adalah ikhwan sholeh yang keren dan visioner, apakah Aya bisa mendapatkan jodoh sebaik dia? "Beliau sudah menikah ya mbk?" selidik Aya. "Iya sudah," jawab Santi singkat membuat Aya tercenung.

Aya menjalani hari-harinya seperti biasa, kuliah, kerja, dan organisasi. Kegagalannya mendapatkan pendamping hidup memberikan lecutan baginya untuk bersegera mempersiapkan diri menggenapkan separuh dien. Dibacanya buku-buku tentang pernikahan karya ust. Faudzil Adhim, Salim A. Fillah, dan beberapa majalah yang mengupas tentang persiapan menikah. Diselesaikannya proposal nikah dengan segenap hati, lantas segera di setorkan ke murobbi. Kuliahnya terpaksa harus molor karena kegagalannya saat sidang TA. Untuk menyelesaikan judul yang telah diambilnya, akhirnya dia meminta salah satu dosen penguji untuk menjadi pembimbing TA nya. Selain TA dia tidak memiliki beban kuliah lagi, akhirnya dia bekerja menjadi SPV asrama beastudy ETOS. Dia pun menjalani hari-hari sebagai pendamping mahasiswi-mahasiswi penerima beasiswa sambil terus mengerjakan TA. Kegiatan organisasi juga masih dilakoni meskipun dengan status sebagai pembina.

Bulan ramadhan pun tiba, Aya menghabiskan waktu untuk semakin mendekatkan diri padaNya. Dia tilawah, shalat wajib dan sunnah, puasa, dan saat sepuluh hari terakhir dia iktikaf di masjid yang memfasilitasi jamaah wanita untuk beriktikaf. Salah satu doa yang selalu dipanjatkannya adalah doa meminta jodoh yang terbaik untuknya. Hingga setahun berlalu setelah dia mengumpulkan proposal nikah, dia mendapatkan telpon dari murobbinya. Sang murobbi berkata bahwa ada seorang ikhwan ingin melamarnya, Aya pun senang sekaligus sedih karena saat itu dia belum juga lulus terkendala dengan TA. Dengan suara parau dia menyampaikan kendala itu kepada murobbinya, kejadian yang sama berkelebat dalam pikirannya menjadi de javu.

Saat itu adalah akhir pekan, waktu untuk dia pulang. Di rumah saat sedang asyik menonton televisi bapaknya memanggil, memintanya ikut duduk di teras. Bapaknya terlihat serius, Aya bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan oleh beliau. "Nak, bapak ingin menyampaikan sesuatu. Sekarang bapak memberimu lampu hijau untuk menikah," titah bapaknya. Aya terkesiap, "lho, bukannya bapak melarang Aya menikah sebelum lulus?" tanya Aya penasaran. "Itu case jika kamu bisa lulus tepat waktu, masalahnya sampai sekarang kamu belum juga lulus, sementara umurmu semakin bertambah," dalam hati Aya tersenyum, umurnya belum genap 23 tahun. Tapi dia senang dengan keputusan bapaknya, seolah bliau bisa membaca kegelisahan anaknya. Aya segera menelpon murobbinya memberitahukan bahwa dia telah mendapatkan lampu hijau dari bapaknya. Sang murobbi pun mengirimkan email proposal si ikhwan. Dengan bismillah dia buka emailnya dan membaca perlahan biodata ikhwan tersebut. 

Namanya Ahmad, nama yang belum pernah dia kenal sebelumnya, seorang dosen honorer yang sedang menempuh tahun terakhir masa perkuliahan S2 nya di Malaysia. Salah satu yang dia catat bahwa Ahmad aktif di dakwah sekolah, Aya langsung teringat dengan teman seangkatannya yang juga aktif di dakwah sekolah, darinya Aya mengumpulkan info tentang Ahmad. Keesokan harinya dia menelpon bapaknya, meminta beliau datang ke kosan. Saat bapaknya sudah datang, Aya menyampaikan bahwa ada seorang ikhwan yang ingin melamarnya sambil menyodorkan proposal si ikhwan. Setelah membaca proposal bapaknya berkata, "bapak setuju!" Aya terkejut, hanya sekali bapaknya membaca proposal Ahmad dan langsung bilang setuju. Proses pun berlanjut, murobbinya mengatur pertemuan Aya dan Ahmad atau istilahnya ta'aruf. Di hari yang disepakati Aya ke rumah sang murobbi, berempat dengan suami murobbinya, Aya berkenalan dengan Ahmad sambil terus menundukkan pandang. Tak banyak yang mereka bicarakan, karena biodata, visi, misi, keluarga, dan seluk beluk kepribadian telah diceritakan di proposal. Di akhir sesi suami murobbinya yang memimpin forum menanyakan pada masing-masing apakah proses akan dilanjutkan, dan keduanya sepakat untuk lanjut.

Proses selanjutnya Aya harus mengenalkan Ahmad kepada keluarganya secara langsung. Ahmad pun datang ke rumah Aya, disambut oleh bapak dan ibunya. Di ruang tamu bapaknya mengobrol banyak dengan Ahmad, mereka cepat sekali akrab. Aya memilih masuk ke kamar, walau sebenarnya di dalam kamar dia berusaha mencuri dengar dari balik pintu kamarnya yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu. Tak berapa lama Ahmad pun datang bersama dengan keluarganya, dia melamar Aya secara resmi, keluarga pun membicarakan tanggal untuk melangsungkan pernikahan. Hari demi hari berlalu cepat hingga tiba waktu pernikahan, di hari yang cerah itu Aya pun resmi menjadi istri Ahmad. Dia terpesona akan takdir Allah, begitu indah kisah yang ditetapkanNya. Sekarang dia adalah seorang istri dari ikhwan yang tak dia kenal sebelumnya, modal mereka hanya tawakkal kepada Allah. Mereka berjanji untuk membangun bahtera bersama, bergandengan tangan membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rohmah. Walaupun belum kenal sebelumnya, tidak sulit bagi mereka untuk beradaptasi, dari awal mereka memang sudah berkomitmen untuk membangun cinta, bukan jatuh cinta.

#Onedayonepost #ODOPbatch5

5 komentar:

  1. Aku jadi inget dan kangen Abi. Dulu beliau blg, jangan mnikah dulu sampai lulus kuliah. Pernah ada yg ngajak ta'aruf, trus gagal. Entah karna apa. Tetiba di akhir hayatnya, beliau meminta saya utk segera mnikah dg alasan ingin mnjadi saksi dg siapa aku bersanding. Tapi takdir berkata lain, Allah lbih mnyayanginya sbelum qabiltu itu terucap buatku. 😂😭😭 Abi.... 😭😭
    Skrg, rasanya berat mengemban amanah itu. Eh 🙈 maaf curhat hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bapakku masih ada ketika aku akad, namun beliau tiada saat fidza baru bisa berjalan. Masih kuingat bahagianya beliau setiap kuajak cucunya main ke rumah. Dipamerkannya cucunya kepada saudara2.. Lho ikut curhat.. Semoga jodoh yang dinanti segera datang ya mbak, jodoh terbaik dariNya..

      Hapus
    2. Insyaa Allah, Aamiin Ya Allah

      Hapus