“Tugas Deskripsi
dengan kata kopi, rumah, dan kenangan”
Di sebuah lapangan sekolah yang luas, wajah-wajah optimis
penuh harapan berkumpul, berbaris dengan teratur. Di depan podium kepala
sekolah memberikan sambutan dan petuah kepada para siswa baru yang diterima di
sekolah yang beliau pimpin. Baris demi baris siswa baru dikumpulkan sesuai
dengan kelasnya. Aku berada di barisan kelas 1 E, karena tubuh jangkungku, aku
berdiri di bagian paling belakang. Entah mengapa panas yang terik tak terasa,
mungkin karena kegelisahan di hari pertama sekolah menjadikan berdiri selama
hampir setengah jam di bawah panasnya mentari justru memacu semangatku. Dengan
hati berbunga-bunga kusimak penuturan panjang lebar oleh kepala sekolah. Aku
tak sabar memulai hari demi hari sebagai seorang murid SMP Negeri 1 Kediri.
Selama dua pekan ke depan kami akan menjalani Masa Oriestasi Siswa (MOS).
Kegiatan MOS kami akan dipandu oleh kakak-kakak OSIS yang akan memperkenalkan
lingkungan sekolah serta memberikan arahan tentang organisasi-organisasi yang
ada di SMP 1. Keesokan harinya kami diminta datang pukul 06.00 dan tidak boleh
terlambat, jika terlambat kami akan kena sanksi. Aku sempat bingung bagaimana
caranya agar bisa sampai sepagi itu di sekolah. Saat pulang sekolah aku
dijemput ibu dan diajak ke kantornya sambil menunggu waktu pulang ibu sekitar
jam empat sore. Lantas ibu mengajakku makan di kantin terlebih dahulu, perutku
yang sudah berbunyi sedari tadi seolah bersorak karena akan segera terisi.
“Bu, aku besok harus sampai di sekolah pukul enam pagi,”
ujarku sambil memakan sepiring gado-gado yang terasa begitu nikmat.
“Ohya? Pagi sekali. Kalau berangkat dari rumah jelas tidak
memungkinkan akan sampai sepagi itu. Apalagi ibu harus menyiapkan kedua adikmu
terlebih dahulu,” jawab ibu sambil menyeruput secangkir kopi kesukaannya.
“Jadi bagaimana donk?” tanyaku dengan mulut penuh.
“Kalau ngomong makanannya ditelan dulu! Hmm, gini aja, kamu
malam ini tidur di rumah nenek. Lalu besok pagi kamu berangkat setelah shalat
shubuh naik kendaraan umum. Kan rumah nenek tak jauh dari jalan yang dilewati
kendaraan umum,” usul ibu.
Akupun membayangkan harus berjalan menuju jalan raya di saat
hari masih gelap, karena rumah nenek
masih berjarak sekitar 300 meter menuju jalan raya. Setelah naik kendaraan umum
pun masih memerlukan waktu sekitar satu jam menuju sekolahku. Tapi memang itu
adalah solusi terbaik, mengingat rumahku berada di pelosok desa yang tak
terakses kendaraan umum.
“Baiklah bu, kurasa itu solusi paling memungkinkan,” ujarku
kemudian kepada ibu.
Sore sekitar jam empat kami menjemput adikku yang menunggu di
rumah kos keluarga kami dulu. Kami sudah menganggap ibu kos sebagai keluarga
sendiri, aku memanggil beliau mbah Katang. Mendatangi rumah yang tak jauh dari
tempat ibuku bekerja ini membangkitkan kenangan
masa kecilku yang kuhabiskan di salah satu kamar rumah ini. Bagus, adikku
berangkat bersama denganku dan ibu dari rumah kami di desa, lantas sepulang
sekolah menuju rumah mbah Katang sambil menunggu ibu pulang kerja. Sesampainya
di sana, mbah menyambut kami lantas mengobrol dengan ibu. Aku ikut menonton Bagus
yang sedang asyik bermain game play
station bersama cucu mbah. Tak berapa lama kemudian kamipun berpamitan
lantas berkendara pulang. Sesampainya di rumah menjelang maghrib kami bersih
diri, shalat lalu makan malam. Akupun mempersiapkan seragam dan barang-barang
yang perlu kubawa besok ke sekolah. Malam itu juga ibu mengantarku ke rumah
nenek yang berjarak sekitar lima kilometer dari rumahku.
“Nenek, aku datang”, ujarku disambut nenekku senang, aku
adalah cucu pertama nenek sehingga beliau begitu menyayangiku.
“Wah cucu nenek datang, malam ini bobok di sini ya?” tanya
beliau.
“Iya Nek, soale besok aku harus berangkat subuh,” ujarku
menjelaskan.
“Wah, berangkat subuh? Kenapa harus sepagi itu?” tanya nenek
keheranan.
“Biasa Bu, begitulah pengkaderan awal masuk sekolah,” jelas
ibuku singkat.
Kamipun bercengkerama sejenak, lantas ibuku berpamitan
pulang karena hari sudah malam. Perjalanan dari rumah nenek ke rumahku banyak
melewati sawah-sawah yang gelap jika malam, ibu takut jika kemalaman. Aku
menatap ibu yang memacu motornya pulang, kubayangkan betapa lelahnya harus
memacu kendaraan pulang pergi dari desa ke kota setiap hari, belum lagi jika
kurepotkan dengan urusan sekolah sebagaimana hari ini. Aku hanya bisa mendesah
dalam hati, semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan bagi ibu. Aku tak
mampu membayangkan bagaimana hari-hariku jika tak ada beliau. Nenek mengajakku
masuk ke dalam rumah untuk istirahat, bagaimanapun besok aku harus bangun
sepagi mungkin agar tak terlambat sampai di sekolah.
#TantanganDeskripsiDengan3Kata
#KelasFiksi
#ODOPBatch5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar