“Hewan Peliharaan”
Salah satu hal yang tak bisa hilang dalam ingatanku adalah
bahwa bapak suka memelihara burung. Berbagai macam burung pernah dipelihara
oleh bapak, mulai burung Perkutut, burung Murai batu, burung Kacer, dan burung
Nuri. Suatu hari sepulang dari kerja di luar kota selama beberapa bulan, bapak
membawa empat ekor anakan burung Kacer. Dirawatnya burung-burung yang masih mungil
itu dengan penuh kehati-hatian dan kasih sayang. Karena masih bayi, maka
burung-burung itu perlu disuapi dengan makanan burung yang dilembutkan
menggunakan air. Bapak menyuapi anak-anak burung itu satu per satu hingga semua
kenyang. Setiap hari selalu disempatkannya membersihkan kandang dan memberi
makan burung-burung kesayangannya. Aku dan Bagus sering ikut mengamati tingkah
polah burung-burung kecil yang menggemaskan itu. Hingga tiba saatnya bapak harus
kembali bekerja keluar kota, maka tugas merawat burung-burung itu diserahkan
kepadaku. Beruntung burung-burung itu sudah cukup besar sehingga bisa makan
sendiri dari wadahnya. Aku hanya perlu mengisi makanan dan mengganti minumannya
setiap hari serta membersihkan kandang burung-burung ini beberapa hari sekali.
Ketika burung-burung itu sudah dewasa dengan warna bulu
hitam mengkilat, bapak mengganti makanan burung dari pur (makanan burung olahan)
menjadi ulat-ulat kecil. Aku sebenarnya jijik melihat puluhan atau bahkan
ratusan ulat itu bergerak saling bertindihan merayap kesana-kemari. Ulat itu
berukuran sekitar dua sentimeter, lebarnya sekitar dua millimeter, dengan garis
garis sepanjang tubuhnya. Jika sedang musim, terkadang burung-burung itu juga
diberi makan kroto, atau bayi semut angkrang. Sebenarnya aku lebih suka memberi
makan kroto pada burung-burung Kacer kami, namun di toko makanan burung dekat
rumah hanya menyediakan ulat kecil. Dan mimpi burukpun menjadi kenyataan ketika
bapak kembali bekerja, aku bertugas mengurus makanan burung-burung Kacer
kesayangan bapak. Setiap hari aku harus mengganti dan mengisi ulang tempat
makan burung dengan ulat-ulat kecil sambil menahan rasa jijik. Tak jarang
ketika makan, burung-burung itu menjatuhkan ulat-ulat sehingga berantakan dan
merayap disana-sini. Aku begidik jika melihat ulat-ulat itu, namun masih belum
seberapa jika dibandingkan ibuku yang amat sangat jijik dan tidak mau sama sekali
menggantikan tugasku jika berhubungan dengan ulat-ulat hitam ini. Beberapa hari
sekali aku juga harus bersepeda membelikan ulat di toko makanan burung jika
persediaan kami habis.
Poin plus dari burung Kacer bapak adalah suaranya yang
sangat merdu, bapak melatih mereka dengan membelikan kaset kicauan burung yang
memenangkan beberapa ajang kontes kicauan burung. Kaset tersebut disetel hampir
setiap hari untuk diperdengarkan pada burung-burung Kacer milik bapak. Awalnya
burung-burung ini mengikuti suara di kaset sedikit demi sedikit, lama kelamaan
burung-burung inipun menjadi hobi berkicau. Mendengar kicauan burung-burung
yang merdu ini menarik kami dalam suasana pedesaan yang damai, aku menjadi
paham segala pengorbanan yang dilakukan bapak bukanlah untuk sesuatu yang
sia-sia. Sejak burung-burung Kacer bapak pandai berkicau, tiap pagi kami
dibangunkan dengan suara merdu kicauan burung, menyenangkan bukan? Namun sayang
sekali beberapa dari burung-burung itu mati secara bergantian, seingatku karena
sakit. Bapak sampai membelikan mereka kelabang sebagai pengobatan, dan
Alhamdulillah manjur. Seingatku, ketika pindah ke rumah baru di desa Wates,
burung Kacer bapak tinggal dua ekor. Tak berapa lama kemudian tinggal satu ekor
karena yang satu juga mati, kami sedih sekali.
“Burung Kacer bapak ada yang ingin membeli,” ujar bapak
suatu hari.
“Ohya ditawar berapa, Pak?” tanyaku pada bapak.
“Tiga ratus ribu,” jawab bapak, jumlah tersebut termasuk
besar pada jaman itu.
“Lantas bapak membolehkannya?” tanyaku lagi penasaran.
“Tidak, bapak eman (sayang),” ujarnya pelan.
Aku paham perasaan bapak, bagaimanapun burung tersebut
adalah satu-satunya tersisa dari empat burung yang kami rawat dan besarkan
sejak masih bayi. Bunyi kicauannya yang merdu juga selalu mewarnai hari-hari kami,
memecah kesunyian, serta menorehkan keceriaan. Perlahan tapi pasti
keberadaannya telah mengisi hati kami, sehingga sungguh sangat kami sayangkan
jika melepasnya demi beberapa lembar uang. Namun kejadian pada suatu hari
membuat kami menyesal.
Pagi itu, seperti biasa burung Kacer bapak ditaruh di
teras rumah agar menghirup udara segar sambil berkicau indah dan melompat
kesana kemari di dalam kandangnya. Menjelang siang ketika bapak akan memasukkan
burung Kacernya tiba-tiba bapak berseru,
“Burung Kacer bapak hilang!!” teriak bapak dari halaman.
Kami pun bersegera ke depan melihat apa yang tengah terjadi. Bapak mencari-cari
seseorang yang bisa dijadikan saksi saat kejadian, siapa pelakunya? Bagaimana
ciri-cirinya? Lari kemana? Siapa tahu burung Kacer bapak masih bisa
diselamatkan. Sayang seribu sayang, saat itu siang hari dimana kebanyakan orang
lebih memilih berada di dalam rumah karena terik matahari yang mulai naik di
atas kepala. Tidak ada seorangpun saksi kejadian yang bisa ditanyai perihal
pelaku yang mengambil burung Kacer kesayangan bapak. Kamipun pasrah, hal
terakhir yang bisa kami lakukan adalah mengikhlaskan kepergian burung Kacer itu
sebagaimana saat saudara-saudaranya berpulang. Kulihat kesedihan menggayut di
wajah bapak, namun kutahu beliau adalah lelaki yang tegar. Terkadang momen
kehilangan adalah momen untuk bermuhasabah, adakah harta yang belum
disedekahkan? Kami mencoba mengambil hikmah dari kejadian ini. Setiap
kebersamaan akan berujung perpisahan, karena tidak ada yang kekal kecuali Tuhan.
#Tantangan2(HewanPeliharaan)
#KelasFiksi
#ODOPBatch5
Nggak kebayang mindah-mindahin uletnya~ ><
BalasHapusNggak mau diem pasti~ ><
Iyalah mbak..mereka terus bergerak kesana kemari😅
HapusHuah... sepertinya setiap abah itu sama ya bun?!
BalasHapusAyah juga dulunya selalu suka bawa burung ke rumah, tapi, nggak da yang bertahan lama T_T
"Setiap kebersamaan akan berujung perpisahan, karena tidak ada yang kekal kecuali Tuhan"
Catatan buat diri nih. Makasih bun.
Yup sama2 mbak Isnania😊
HapusJadi inget merpati adekku yang hilang😕
BalasHapusIyaa sedih pastinya mbak😢
HapusSaya tahu rasa geli kasih makan ulat sm kroto, saya juga ngalamin 😊
BalasHapusWkwk toss dulu mbak🤗
HapusJadi inget burung kesayangan bapak yang lepas gitu ajah pas lagi di mandiin
BalasHapusKalo lepas mending lah ya😁
Hapus