Rabu, 11 April 2018

Perjalanan Hidupku (part 5)


“Hewan Peliharaan”


Salah satu hal yang tak bisa hilang dalam ingatanku adalah bahwa bapak suka memelihara burung. Berbagai macam burung pernah dipelihara oleh bapak, mulai burung Perkutut, burung Murai batu, burung Kacer, dan burung Nuri. Suatu hari sepulang dari kerja di luar kota selama beberapa bulan, bapak membawa empat ekor anakan burung Kacer. Dirawatnya burung-burung yang masih mungil itu dengan penuh kehati-hatian dan kasih sayang. Karena masih bayi, maka burung-burung itu perlu disuapi dengan makanan burung yang dilembutkan menggunakan air. Bapak menyuapi anak-anak burung itu satu per satu hingga semua kenyang. Setiap hari selalu disempatkannya membersihkan kandang dan memberi makan burung-burung kesayangannya. Aku dan Bagus sering ikut mengamati tingkah polah burung-burung kecil yang menggemaskan itu. Hingga tiba saatnya bapak harus kembali bekerja keluar kota, maka tugas merawat burung-burung itu diserahkan kepadaku. Beruntung burung-burung itu sudah cukup besar sehingga bisa makan sendiri dari wadahnya. Aku hanya perlu mengisi makanan dan mengganti minumannya setiap hari serta membersihkan kandang burung-burung ini beberapa hari sekali.

Ketika burung-burung itu sudah dewasa dengan warna bulu hitam mengkilat, bapak mengganti makanan burung dari pur (makanan burung olahan) menjadi ulat-ulat kecil. Aku sebenarnya jijik melihat puluhan atau bahkan ratusan ulat itu bergerak saling bertindihan merayap kesana-kemari. Ulat itu berukuran sekitar dua sentimeter, lebarnya sekitar dua millimeter, dengan garis garis sepanjang tubuhnya. Jika sedang musim, terkadang burung-burung itu juga diberi makan kroto, atau bayi semut angkrang. Sebenarnya aku lebih suka memberi makan kroto pada burung-burung Kacer kami, namun di toko makanan burung dekat rumah hanya menyediakan ulat kecil. Dan mimpi burukpun menjadi kenyataan ketika bapak kembali bekerja, aku bertugas mengurus makanan burung-burung Kacer kesayangan bapak. Setiap hari aku harus mengganti dan mengisi ulang tempat makan burung dengan ulat-ulat kecil sambil menahan rasa jijik. Tak jarang ketika makan, burung-burung itu menjatuhkan ulat-ulat sehingga berantakan dan merayap disana-sini. Aku begidik jika melihat ulat-ulat itu, namun masih belum seberapa jika dibandingkan ibuku yang amat sangat jijik dan tidak mau sama sekali menggantikan tugasku jika berhubungan dengan ulat-ulat hitam ini. Beberapa hari sekali aku juga harus bersepeda membelikan ulat di toko makanan burung jika persediaan kami habis.

Poin plus dari burung Kacer bapak adalah suaranya yang sangat merdu, bapak melatih mereka dengan membelikan kaset kicauan burung yang memenangkan beberapa ajang kontes kicauan burung. Kaset tersebut disetel hampir setiap hari untuk diperdengarkan pada burung-burung Kacer milik bapak. Awalnya burung-burung ini mengikuti suara di kaset sedikit demi sedikit, lama kelamaan burung-burung inipun menjadi hobi berkicau. Mendengar kicauan burung-burung yang merdu ini menarik kami dalam suasana pedesaan yang damai, aku menjadi paham segala pengorbanan yang dilakukan bapak bukanlah untuk sesuatu yang sia-sia. Sejak burung-burung Kacer bapak pandai berkicau, tiap pagi kami dibangunkan dengan suara merdu kicauan burung, menyenangkan bukan? Namun sayang sekali beberapa dari burung-burung itu mati secara bergantian, seingatku karena sakit. Bapak sampai membelikan mereka kelabang sebagai pengobatan, dan Alhamdulillah manjur. Seingatku, ketika pindah ke rumah baru di desa Wates, burung Kacer bapak tinggal dua ekor. Tak berapa lama kemudian tinggal satu ekor karena yang satu juga mati, kami sedih sekali.

“Burung Kacer bapak ada yang ingin membeli,” ujar bapak suatu hari.
“Ohya ditawar berapa, Pak?” tanyaku pada bapak.
“Tiga ratus ribu,” jawab bapak, jumlah tersebut termasuk besar pada jaman itu.
“Lantas bapak membolehkannya?” tanyaku lagi penasaran.
“Tidak, bapak eman (sayang),” ujarnya pelan.
Aku paham perasaan bapak, bagaimanapun burung tersebut adalah satu-satunya tersisa dari empat burung yang kami rawat dan besarkan sejak masih bayi. Bunyi kicauannya yang merdu juga selalu mewarnai hari-hari kami, memecah kesunyian, serta menorehkan keceriaan. Perlahan tapi pasti keberadaannya telah mengisi hati kami, sehingga sungguh sangat kami sayangkan jika melepasnya demi beberapa lembar uang. Namun kejadian pada suatu hari membuat kami menyesal. 

Pagi itu, seperti biasa burung Kacer bapak ditaruh di teras rumah agar menghirup udara segar sambil berkicau indah dan melompat kesana kemari di dalam kandangnya. Menjelang siang ketika bapak akan memasukkan burung Kacernya tiba-tiba bapak berseru,
“Burung Kacer bapak hilang!!” teriak bapak dari halaman. Kami pun bersegera ke depan melihat apa yang tengah terjadi. Bapak mencari-cari seseorang yang bisa dijadikan saksi saat kejadian, siapa pelakunya? Bagaimana ciri-cirinya? Lari kemana? Siapa tahu burung Kacer bapak masih bisa diselamatkan. Sayang seribu sayang, saat itu siang hari dimana kebanyakan orang lebih memilih berada di dalam rumah karena terik matahari yang mulai naik di atas kepala. Tidak ada seorangpun saksi kejadian yang bisa ditanyai perihal pelaku yang mengambil burung Kacer kesayangan bapak. Kamipun pasrah, hal terakhir yang bisa kami lakukan adalah mengikhlaskan kepergian burung Kacer itu sebagaimana saat saudara-saudaranya berpulang. Kulihat kesedihan menggayut di wajah bapak, namun kutahu beliau adalah lelaki yang tegar. Terkadang momen kehilangan adalah momen untuk bermuhasabah, adakah harta yang belum disedekahkan? Kami mencoba mengambil hikmah dari kejadian ini. Setiap kebersamaan akan berujung perpisahan, karena tidak ada yang kekal kecuali Tuhan.


#Tantangan2(HewanPeliharaan)
#KelasFiksi
#ODOPBatch5

10 komentar:

  1. Nggak kebayang mindah-mindahin uletnya~ ><
    Nggak mau diem pasti~ ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyalah mbak..mereka terus bergerak kesana kemari😅

      Hapus
  2. Huah... sepertinya setiap abah itu sama ya bun?!
    Ayah juga dulunya selalu suka bawa burung ke rumah, tapi, nggak da yang bertahan lama T_T

    "Setiap kebersamaan akan berujung perpisahan, karena tidak ada yang kekal kecuali Tuhan"
    Catatan buat diri nih. Makasih bun.

    BalasHapus
  3. Jadi inget merpati adekku yang hilang😕

    BalasHapus
  4. Saya tahu rasa geli kasih makan ulat sm kroto, saya juga ngalamin 😊

    BalasHapus
  5. Jadi inget burung kesayangan bapak yang lepas gitu ajah pas lagi di mandiin

    BalasHapus