Senin, 09 April 2018

Perjalanan Hidupku (part 4)



“Bapak pulaaang! Horee,” teriakku demi melihat sosok bapak yang muncul dari balik pintu samping rumah. Aku dan adikku segera berlari berebutan untuk memeluk dan mencium bapak. Hampir tiga bulan bapak mengerjakan proyek bendungan di Lamongan, momen kepulangannya kali ini tentu saja sudah kami tunggu-tunggu. “Bapak bawa oleh-oleh apa?” Tanya Bagus lugu. “Ini ada snack dan buah-buahan, yuk dimakan bareng,” jawab bapak ceria. “Tadi turun bis dari Wates ke rumah naik apa?” tanya ibu sambil membantu membawa bawaan bapak. “Naik ojek, biar surprise jadi sengaja langsung pulang nggak minta jemput,” jawab bapak sambil tersenyum-senyum. “Ohya, anak perempuan bapak katanya diterima di SMP 1 ya? Selamat ya, Nduk,” ujar bapak sambil mengusap-usap kepalaku, akupun tersenyum senang. Setelah bercengkerama sejenak sambil menikmati oleh-oleh, bapak segera bersih diri lantas beristirahat. Keesokan paginya bapak berkata akan mengajak kami jalan-jalan, tentu saja kami sangat senang.

Seperti yang dijanjikan bapak, menjelang siang kami berangkat jalan-jalan di kota Kediri. Kami belanja di Golden swalayan, salah satu swalayan terbesar di Kediri kala itu. Selesai belanja berbagai kebutuhan, kamipun menonton film di bioskop Golden hingga petang menjelang. Bapak juga mengajak kami makan bebek di depan Golden, salah satu kuliner favorit kami. Sebelum pulang kami mampir duduk-duduk di depan stadion Kediri. Di sana kami bercengkerama sambil melihat kendaraan berlalu-lalang. Aku dan Bagus lari-lari berkejaran di halaman stadion yang luas. Bapak membeli jagung rebus sebagai camilan sambil asyik mengobrol berdua dengan ibu. Memang suasana kota saat malam memberikan kesan tersendiri terutama bagi keluarga yang sehari-hari hidup di desa yang lengang jika malam tiba. Setelah puas jalan-jalan kami pun pulang mengendarai sepeda motor berempat, aku duduk di depan bapak, sementara Bagus dipangku ibu di belakang.

Jika pulang, biasanya bapak menghabiskan waktu sebulan atau lebih lama sambil mencari proyek berikutnya di tempat yang berbeda. Meskipun tidak bekerja, ada saja yang dikerjakan bapak di rumah. Suatu hari bapak membuat taman, membangun pembatas tempat menanam bunga di samping tembok rumah. Sesekali bapak juga berkebun, menanam bunga baru, mempercantik taman, atau merawat tanaman yang sudah besar dan merapikan daunnya yang mulai tumbuh tak beraturan. Pernah juga bapak membuat lukisan Tanah lot yang begitu indah, waktu itu belum ada internet seperti sekarang, jadi bapak melukis berdasarkan ingatan beliau ketika pernah bekerja di Bali. Aku paling suka menikmati indahnya lukisan bapak, mengagumi bagaimana beliau menggoreskan setiap detail pemandangan yang menyerupai wujud aslinya. Mungkin sejak itu pula aku mulai suka menggambar, darah seni mengalir dalam darahku. Saat kecil bapak menghasilkan banyak sekali karya lukisan, sayang jaman dulu lukisan-lukisan tersebut tak laku dijual. Ujung-ujungnya kanvas-kanvas indah itu bernasib naas sebagai tempat simbah menjemur kerupuk. Aku tertawa saat bapak bercerita tentang nasib lukisannya, jika bakatnya diasah mungkin bapakku sekarang sudah memiliki sanggar lukis dan menggelar pameran.

Salah satu buatan bapak yang sangat bermanfaat bagi kami adalah kolam ikan. Di sana bapak memelihara puluhan ekor lele yang dipelihara sejak masih benih ikan sebesar kecebong. Pernah suatu hari saat hujan deras sekali, tiba-tiba bapak berteriak memanggil kami semua agar segera keluar rumah. Ternyata karena derasnya hujan, air menggenang di atas mata kaki mengalir menghanyutkan apapun yang dilewati termasuk lele-lele peliharaan bapak. Memang kolam bapak dibangun menjorok ke dalam tanpa pembatas sehingga ketika banjir ikan-ikan di dalamnya akan dengan bebas ikut berenang mengikuti aliran air. Kamipun segera berlari mencari apapun yang bisa digunakan untuk menangkap ikan yang berenang di segala penjuru. Aku membawa baskom, bapak membawa timba, Bagus dan ibu pun membawa alatnya masing-masing. Kami tertawa-tawa berlomba menangkap ikan yang berenang dengan gesit, jika berhasil tertangkap lele dimasukkan dalam timba besar. Kami menikmati hujan-hujan sambil berlarian mengejar ikan, hari itupun kami bersedekah lele ke penjuru desa. Malamnya kami pesta makan lele goreng, besoknya makan lele pepes, dan begitu seterusnya hingga stok lele habis.


Bersambung

#Tantangan1(Deskripsi)
#KelasFiksi
#ODOPBatch5

10 komentar:

  1. Wahhh.. Seru banget dunk hujan2 sambil nangkepin lele... Ini cerita yang indah mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak..cerita yang sangat berkesan mbak..makanya g terlupakan😄

      Hapus
  2. Asyik banget hujan-hujanan bersama keluarga ya bun.
    Saya jadi penasaran pengen liat lukisannya abah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak..asyik banget..sayang lukisan bapak tak pernah difoto

      Hapus
  3. Aku ketinggalan berapa part~ T-T
    Bapak selalu punya cara buat menyenangkan anaknya~ :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru part 4 mbak😁
      Bisa dicari part lainnya..hehe
      Iyaa bapak is the best😍

      Hapus
  4. Salam buat Bapak.
    Anak perempuan cinta pertamanya adalah bapaknya. Benar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sampaikan lewat doa mbak, beliau sudah almarhum😢
      Benar mbak, he is my first love

      Hapus