Jumat, 06 April 2018

Perjalanan Hidupku (part 3)


Seorang ibu sedang bersama anak gadisnya berdiri di depan sebuah papan pengumuman di salah satu dinding bangunan SMP N 1 Kediri. Mata keduanya menyusuri barisan nama yang berhasil lolos diterima masuk SMP favorit itu. “Bu, namaku ada di sana, itu nomor 148!!” pekik Icha kepada ibunya. “Alhamdulillah, kamu diterima nak. Selamat,” ujar ibunya Icha sambil mencium kedua pipi anaknya. Mereka tertawa bahagia, lantas bergandengan menuju parkiran. “Sebagai ucapan selamat ayo kita makan bakso sebelum pulang,” ujar ibu dengan nada senang. “Yeay asyik,” jawab Icha demi membayangkan makan semangkuk bakso kesukaannya. “Besok setelah bapak pulang, kita bisa jalan-jalan bersama. Masih ada waktu beberapa hari sebelum daftar ulang dan kegiatan belajar dimulai,” ujar ibu lagi yang disambut senyum bahagia anaknya. Kedua orang ini pun segera mengendarai motor menuju warung bakso kegemaran Icha sejak kecil. Saat Icha masih TK hampir setiap hari dia minta dibelikan bakso di warung itu.

Setelah beberapa saat berkendara, mereka pun sampai di warung bakso Barokah yang terletak tak jauh dari stadion Kediri. Warung bakso tersebut memang sangat terkenal sampai-sampai bisa membuka cabang di beberapa tempat. Warung yang mereka tuju merupakan warung pusat yang terbilang cukup luas. Ada beberapa baris bangku panjang yang jarang sepi terutama di jam-jam makan siang. Icha dan ibunya memilih duduk di salah satu bangku yang terdapat kipas anginnya sekalian melepas gerah. Cuaca hari itu terbilang panas sampai-sampai baju yang dikenakan mereka basah oleh keringat. Seorang pelayan datang mencatat pesanan mereka, dua mangkok bakso dan dua gelas es jeruk yang mereka pesan segera datang beberapa menit kemudian. Tanpa menunggu lama keduanya segera asyik menikmati lezatnya bakso Barokah sembari mengobrol ringan tentang menu makan malam. Tak terasa semangkok bakso ludes, es jeruk pun diseruput hingga kandas hanya tersisa es batunya. Mereka pun membayar makanan yang telah dimakan serta bungkusan untuk adik dan ART-nya, lantas berkendara pulang ke rumah.

*****

Hari menjelang sore ketika aku dan ibuku sampai di rumah, adikku, Bagus segera menyambut dan memeluk kaki ibu, dia senang mengetahui ibu membawa sebungkus bakso untuknya. Aku segera bersih diri,  sementara ibu mulai sibuk menyusui adik bayiku yang masih ASI. Bagus asyik menikmati bakso sambil menonton televisi ditemani mbak Rum, asisten rumah tangga kami. Aku sudah selesai bersih diri dan shalat Ashar, gantian ibu bersih diri sementara adik bayiku dititipkan kembali ke mbak Rum. Ketika ibu mandi, aku dan Bagus bermain bersama adik bayi yang sudah bisa mengoceh lucu. Rumah yang kami tinggali merupakan rumah yang dibangun sedikit demi sedikit dari hasil kerja keras bapak kami sejak awal menikah. Rumah yang terletak tepat di samping rumah nenek kami sejatinya dibangun di atas tanah warisan. Pemilik asli tentu saja kakek kami membaginya kepada bapak, nenek dan tiga orang saudara bapak. Lantas bapak melobi nenek dan saudara-saudaranya agar mau menjual tanah bagiannya kepada bapak untuk dibangun, lagipula saudara-saudara bapak tersebut sudah memiliki tempat tinggal masing-masing sedangkan nenek tinggal di rumah kakek. Setelah semua setuju, bapak pun membayar harga yang disepakati dengan cara mengangsur tiap bulan secara bergantian. Selain untuk mencicil tanah, sebagian gaji bapak juga ditabung untuk membangun tanah itu. Pembangunan tanah hingga berbentuk rumah seperti sekarang dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu sekitar 12 tahun, waktu yang tidak singkat memang.

Rumah kami dibangun di atas tanah yang cukup luas, khas desa yang tanahnya luas-luas. Rumah yang berukuran sekitar 12x15 m ini tergolong cukup besar dengan desain minimalis. Ruang tamu berada paling depan sekaligus menjadi pintu masuk utama, berjajar dengan kamarku, lalu kamar orang tuaku yang sama-sama memiliki akses jendela depan. Lalu di belakang ruang tamu ada kamar untuk ART kami yang berjajar dengan ruang keluarga tempat kami menonton televisi. Selanjutnya ada ruang penghubung sekaligus pintu samping yang menjadi pintu masuk kendaraan sekaligus tempat parkir. Di sebelah ruang penghubung ada ruang untuk tempat shalat, kemudian terdapat sebuah pintu yang menuju ke dapur dan kamar mandi. Ketika kami tinggali bapak masih terus melakukan pembangunan untuk memperluas dapur serta teras belakang. Selain itu bapak juga membuat dua kolam di samping rumah dan di halaman belakang untuk memelihara ikan. Ketika sedang off bapak selalu menyempatkan menanam berbagai macam bunga di halaman rumah kami yang luas. Bapak juga membuat sendiri berbagai pernak pernik taman seperti lampu taman, gundukan naik turun, rumput-rumput, serta batu-batu yang disusun untuk mempercantik taman buatannya. Dengan sentuhan tangan bapak yang telaten, rumah kami menjadi sangat cantik dan membuat semua anggota keluarga semakin betah tinggal di dalamnya.

Bersambung

#Tantangan1(Deskripsi)
#KelasFiksi
#ODOPBatch5

10 komentar:

  1. Saya mau mba baksonya ๐Ÿ˜,monggo dilanjut episode selanjutnya

    BalasHapus
  2. Nnti kalo aku ke Kediri, ajak muter" ya ๐Ÿ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aq kan di sby domisilinya๐Ÿ˜
      Kalo ngasih petunjuk dr jauh bs aja sih..hehe

      Hapus
  3. Kediri-nya dimana mbak? Rumahnya mbahku di Blitar soalnya.. #lha apa hubungannya coba..๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

    Lanjut mbak..๐Ÿ˜„

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kediri deket Blitar mbak..jarak 1 desa aja uda nyampe Blitar๐Ÿ˜

      Hapus
  4. Bapak keren ya..

    Ditunggu lanjutannya

    BalasHapus