Yanti teman sebangkuku, dia adalah anak yang menyenangkan,
sejak pertama kali berkenalan aku terkesan padanya. Untuk anak seumuran kami,
dia tergolong bijak dan sangat dewasa. Dia mampu berbaur ke semua kawan-kawan
kami sekelas, pun ketika mulai ada geng-geng di kelas kami. Ya, pada akhirnya
kelas kami yang sangat ramai akan terkotak-kotak menjadi kelompok-kelompok
geng. Ada geng anak-anak ramai yang diisi dengan anak-anak gaul dan suka
ngrumpi, ada juga geng anak-anak pintar, yang cenderung pendiam tapi nyaman
dengan lingkarannya. Bagaimana denganku? Aku adalah anak pendiam yang tidak
termasuk dalam geng manapun. Aku lebih nyaman berdua dengan Yanti, dia suka
bercerita, aku suka mendengarkan, maka kloplah kami. Meskipun Yanti tidak
melulu bersamaku, dia yang pandai berbaur juga sering bercengkerama dengan
teman-teman lainnya. Entah kenapa sejak dulu masalah utamaku adalah susah
mencari tema ngobrol dengan orang lain. Jika aku merasa tidak ada tema yang
bisa dibicarakan, maka aku memilih diam, dan hal itu membuat orang-orang kurang
nyaman bersamaku. Tapi berbeda dengan Yanti, ada saja tema yang kami bicarakan,
bahkan drama Taiwan Meteor Garden yang sedang hits di masaku bisa menjadi bahan
obrolan seru, kamipun tertawa-tawa berdua.
Salah satu kelebihan Yanti yang sangat patut untuk
diteladani adalah kerajinannya dalam belajar. Ya, kawan sebangkuku ini sangat
rajin dan pantang menyerah untuk selalu berprestasi. Karena usahanyalah dia
bisa meraih rangking satu hampir tiap semester, sedangkan aku mengekor di rangking
tiga atau malah lebih buruk dari itu. Prestasi terbaikku selama SMP adalah
rangking dua di kelas, itupun hanya sekali. Pernah aku mendapat rangking
terburuk sepanjang sejarah hidupku, yakni rangking tujuh, akupun menangis
sejadi-jadinya di kelas ketika teman-teman sudah pulang, puas menangis baru aku
pulang. Lebay ya? Haha.. Begitulah anak muda yang masih belia, masih memiliki
idealisme dalam hidupnya. Aku suka dengan diriku yang berambisi untuk
berprestasi, setidaknya itu modal untuk sukses versiku. Orang tuakulah yang
menjadi bahan bakar semangatku, yang kedua adalah Yanti yang selalu mengajakku
untuk berlomba-lomba agar lebih baik. Pernah suatu pagi aku pergi ke rumahnya
agar bisa berangkat bersama, kebetulan itu adalah saat ujian sehingga masuknya
agak siang. Saat aku tiba di sana ternyata Yanti masih belajar, aku yang sudah
merasa cukup dengan sekali mengulang materi yang diujikan jadi malu dengannya
yang tak berhenti belajar hingga seluruh materi menempel di kepalanya. Pernah
juga ketika diberi tugas menghapal oleh guru agama, dua buah ayat yang satunya
pendek, dan yang satunya panjang. Aku yang merasa puas dengan menghapal ayat
yang pendek, oleh Yanti disemangat dan diajak untuk terus berusaha menghapal
ayat yang panjang dengan terus diulang-ulang, dan akhirnya kami pun hapal. Aku
terpesona saat itu, ternyata jika kita mau sedikit memaksa diri untuk berusaha,
sesungguhnya kita mampu meraih sesuatu yang sebelumnya kita anggap mustahil
dapat kita lakukan.
Satu lagi hal yang mengagumkan dari sahabatku ini adalah
kemampuannya bernyanyi. Suaranya indah bagai seorang diva, dia berbakat
ditambah lagi orang tuanya memfasilitasinya les vokal sehingga suara emasnya
makin terasah. Ketika ada acara di sekolah, Yanti sering didapuk untuk mengisi
salah satu sesinya. Suaranya yang begitu merdu bergema di seantero sekolah
membuat siapapun akan terlena dengan keindahan suaranya. Aku sering diajaknya
bernyanyi bersama, awalnya tentu saja aku menolak karena aku sadar akan
kemampuanku dalam olah vokal. Namun bukan Yanti namanya kalo menyerah begitu
saja, dia akan merayuku lantas mengajariku untuk membuat suara satu dan dia
yang membuat back sound dengan suara tiga yang merdu, dengan cara itu suara
cemprengku tertutupi dengan suara merdunya, hihi. Salah satu lagu favorit kami
adalah lagu Sahabat Sejati oleh Sheila On Seven :
Sahabat Sejatiku
Hilangkah dari ingatanmu
Di waktu kita saling berbagi
Dengan kotak sejuta mimpi
Aku datang menghampirimu
Kuperlihatkan semua hartaku
Kita slalu berpendapat
Kita ini yang terhebat
Kesombongan di masa muda yang silam
Aku raja kaupun raja
Aku hitam kau pun hitam
Arti teman lebih dari sekedar materi
Tu..wa..ga..pat
Reff:
Pegang pundakku jangn pernah lepaskan
Bila ku mulai lelah
Lelah dan tak bersinar
Pegang sayapku jangan pernah lepaskan
Bila ku mulai terbang
Terbang meninggalkanmu
Wo o o..woo oo oo oo
Pada suatu hari saat pelajaran seni rupa, “Cha, gambarmu
bagus sekali, aku sering memperhatikan saat kau membuat gambar ketika
pelajaran seni rupa. Mungkin kau punya bakat melukis, kenapa tak kau kembangkan
bakatmu?” kata Yanti padaku. “Ohya? Mungkin bakat ini menurun dari bapakku,
beliau bisa membuat lukisan yang indah sekali. Tapi untuk mengembangkannya..”
aku terdiam sejenak. “Kenapa?” tanya Yanti penasaran. “Keluargaku sangat
sederhana, bisa sekolah di sekolah favorit ini saja aku sudah sangat bersyukur.
Aku takut jika aku meminta macam-macam seperti les menggambar justru akan
membebani pikiran orang tuaku,” ujarku dengan nada sedih. “Hmm, aku paham. Tapi
untuk mengembangkan bakat kita tidak harus dengan les kok, bisa juga dengan
otodidak,” ujar Yanti optimis. Akupun tersenyum, walaupun dalam hati
bertanya-tanya, jika bukan dengan les, lantas bagaimana? Pada akhirnya aku
hanya bisa menggambar untuk mengerjakan tugas, menikmati lukisan-lukisan yang
dipajang saat ada pameran, dan sesekali membuat lukisan sendiri jika sedang
memiliki waktu luang. Butuh fokus untuk menyemai sebuah bakat agar mekar
berseri, dan aku kekurangan sarana pendukung serta fasilitas untuk
mengembangkan bakatku. Tugas sekolah, belajar untuk ujian, dan serangkaian
kegiatan organisasi telah menguras perhatianku, dan di sisa waktuku kugunakan
untuk refreshing atau istirahat.
Keinginan untuk bisa mengembangkan bakat pun lama-lama menguap begitu saja.
#KelasFiksi
#ODOPBatch5